Politik
Kepala Polisi LC Diberhentikan Dari Jabatannya di Stasiun Polisi Pacitan Karena Memerkosa Tahanan Wanita
Pemecatan mengejutkan Kepala Polisi LC menimbulkan pertanyaan mendesak tentang akuntabilitas dan masalah sistemik dalam penegakan hukum—apa yang akan terjadi selanjutnya?

Dalam langkah yang menentukan, Departemen Kepolisian Pacitan telah memecat Aiptu LC dari perannya sebagai Kepala Pelaksana Unit Penahanan dan Bukti di tengah-tengah tuduhan serius memperkosa tahanan perempuan. Insiden ini, yang dilaporkan terjadi selama tiga hari pada awal April 2025, telah memicu protes publik yang signifikan dan menarik perhatian media yang intens.
Kami memahami bahwa situasi ini tidak hanya menimbulkan pertanyaan tentang pertanggungjawaban individu tetapi juga menyoroti masalah sistemik dalam departemen kepolisian yang harus ditangani.
Pemecatan Aiptu LC menunjukkan pergeseran kritis menuju pertanggungjawaban polisi, sebuah gagasan yang sering dibahas tetapi jarang diimplementasikan dalam praktek. Hanya seminggu sebelum pengumuman resmi, status non-aktifnya menunjukkan bahwa departemen mengakui betapa seriusnya tuduhan tersebut dan bertindak cepat.
Sangat penting untuk mengakui pentingnya respons cepat seperti ini, terutama dalam kasus yang melibatkan populasi yang rentan. Kita harus menuntut agar tindakan ini bukan hanya insiden terisolasi tetapi bagian dari komitmen yang lebih luas untuk menjunjung tinggi keadilan dan melindungi hak-hak tahanan.
Saat ini, Aiptu LC ditahan di Divisi Propam Markas Besar Polisi Jawa Timur sementara penyelidikan berlangsung. Kepemimpinan polisi telah menjelaskan bahwa tindakan disiplin yang ketat akan diikuti jika ia ditemukan bersalah.
Penekanan pada potensi konsekuensi hukum menandakan langkah positif menuju memastikan bahwa mereka dalam posisi otoritas bertanggung jawab atas tindakan mereka. Terlalu lama, insiden seperti ini diabaikan, meninggalkan korban tanpa jalan keluar dan mendorong lingkungan di mana penyalahgunaan bisa berkembang.
Sebagai warga negara, kita berhak atas sistem keadilan yang memberikan prioritas pada keselamatan dan martabat setiap individu, terlepas dari keadaan mereka. Tuduhan terhadap Aiptu LC berfungsi sebagai pengingat tajam bahwa petugas polisi, yang bertugas menegakkan hukum, juga harus mematuhi hukum tersebut.
Kita tidak bisa membiarkan adanya impunitas dalam kepolisian kita. Sebaliknya, kita harus mendorong transparansi dan penyelidikan menyeluruh yang membuat penegak hukum bertanggung jawab.
Bobot situasi ini memaksa kita untuk merenungkan implikasi yang lebih luas dari perilaku polisi. Ini bukan hanya tentang satu petugas; ini tentang budaya yang memungkinkan perilaku semacam itu berkembang.
Kita harus menuntut perubahan dan memastikan bahwa semua departemen kepolisian menerapkan langkah-langkah yang melindungi tahanan dan membangun kepercayaan dalam komunitas. Jalan menuju reformasi adalah panjang, tetapi kasus ini bisa berfungsi sebagai katalis untuk dialog dan tindakan yang berarti, memperkuat kebutuhan untuk pertanggungjawaban dan perilaku etis dalam penegakan hukum.